MARI KITA MENGENAL CORRUPTION RISK ASSESSMENT (CRA)


Oleh Patriawati Narendra, S.KM, M.K.M, 10 December 2020
Sumber: tegalkab.go.id

Pemetaan korupsi itu ibarat kita menjadi seorang dokter spesialis, yang harus bisa mendeteksi dan membaca secara detail instrumen-instrumen pemeriksaan kesehatan, begitu juga dengan CRA Corruption Risk Assessment, bagaimana menghilangkan korupsi sampai akar-akarnya, oleh karena itu kita harus melakukan CRA secara detail, baik terhadap korupsi yang sudah terjadi atau belum,  ketika kita menyusun CRA maka kita harus bisa mengimplementasi risiko-risiko apa yang akan muncul, progress report setelah dilakukan evaluasi berkala, identifikasi resiko terhadap terjadinya korupsi, menilai inheren risk (risiko yang melekat kepada tahapan atau fungsi bisnis atau pada risk owner), identifikasi residual risk atau risiko yang terjadi setelah dilakukan pengendalian dan pencegahan setelah itu selanjutnya rumuskan rencana awal mitigasi risk corruption

Penilaian risiko korupsi merupakan alat (diagnostik) yang berupaya mengidentifikasi kelemahan dalam sistem yang dapat memberikan peluang terjadinya korupsi. Ini berbeda dari banyak lainnya alat penilaian korupsi karena berfokus pada potensi daripada persepsi, keberadaan atau tingkat korupsi. Pada intinya, penilaian risiko cenderung melibatkan beberapa tingkat evaluasi tentang kemungkinan terjadinya korupsi dan / atau dampaknya akan terjadi jika itu terjadi.

Tujuan dari penilaian risiko korupsi biasanya untuk melengkapi bukti aktual atau korupsi yang dirasakan dalam konteks tertentu untuk menginformasikan strategi anti korupsi dan kebijakan atau untuk tujuan advokasi. Ini juga dapat berfungsi sebagai dasar untuk pekerjaan anti-korupsi melacak perubahan risiko dari waktu ke waktu. Penilaian risiko korupsi dapat diterapkan di semua tingkatan dari lembaga pemerintah, hingga program pendukung donor, hingga program sektoral, seperti serta dalam organisasi atau unit individu. Ini sering dilakukan sebagai bagian dari yang lebih besar latihan penilaian korupsi. Sebagai aturan umum, sebagian besar penilaian risiko korupsi mengambil pendekatan kelembagaan, yaitu penilaian bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam (penegakan) aturan dan regulasi di lembaga, sektor dan / atau proses yang sedang dianalisis. Di luar ini, bagaimanapun konseptualisasi risiko bervariasi dari alat ke alat, misalnya:

1. Risiko korupsi disamakan dengan serangkaian kerentanan kelembagaan

dalam suatu sistem atau proses yang mungkin mendukung atau

memfasilitasi praktik korupsi

2. Ukuran kerentanan kelembagaan digabungkan dengan data tentang

persepsi dan / atau pengalaman korupsi sebagai proksi risiko korupsi.

3. Risiko dinyatakan sebagai faktor kemungkinan korupsi yang dikalikan

dengan dampaknya korupsi

4. Risiko obyektif (lembaga dan peraturan yang lemah) dibedakan dari

subyektif risiko (toleransi terhadap korupsi, motivasi pribadi,

penimbangan biaya / manfaat, pengalaman masa lalu)

5. Risiko korupsi dipahami sebagai faktor tingkat transparansi dan tingkat

keadilan dalam suatu proses

6. Risiko korupsi dipahami sebagai perbedaan antara sistem aktual dan

ideal

Dengan demikian, kecanggihan penilaian risiko berkisar dari identifikasi korupsi (atau integritas) dan / atau kelemahan / kesenjangan kelembagaan sebagai indikator risiko korupsi lebih lanjut, hingga analisis dampak dan perkiraan kemungkinan praktik korupsi. Bergerak mulai dari identifikasi risiko hingga informasi yang “dapat ditindaklanjuti”, tahapan lebih lanjut dalam penilaian dapat mencakup prioritas risiko, identifikasi alat untuk mengatasi risiko yang teridentifikasi, dan pedoman pengembangan strategi anti-korupsi (meskipun secara tegas disebut yang terakhir tahapan berada di luar ruang lingkup penilaian risiko “inti”)

Dalam banyak kasus, tahap pertama berfungsi untuk mengidentifikasi area resiko yang luas (biasanya melalui sumber sekunder) yang mana kemudian dianalisis secara lebih rinci pada tahap kedua. Dalam beberapa kasus, langkah perantara dalam analisisnya ditinggalkan, seperti penilaian dampak dan kemungkinan korupsi praktek. Dalam kasus lain, analisis berhenti pada tahap identifikasi risiko, atau bahkan pada tahap titik mengidentifikasi “kelemahan kelembagaan”.



Perlu dicatat bahwa berbagai elemen penilaian risiko yang diidentifikasi di atas mungkin saja lebih atau kurang sesuai untuk berbagai tingkat analisis. Secara garis besar, sebuah analisis tentang konteks tata kelola secara keseluruhan dan penilaian kerentanan kelembagaan adalah yang paling berguna untuk analisis risiko tingkat sektor atau nasional, sedangkan analisis pelaku dan hubungan sangat penting untuk analisis tingkat program / proyek. Hasil penilaian risiko dapat disajikan dalam beberapa cara.

Dalam beberapa kasus, risiko divisualisasikan melalui peta risiko korupsi yang menyoroti tahapan kunci, aktor dan / atau hubungan dalam proses yang sedang dianalisis. Alat visual lainnya adalah matriks risiko korupsi yang sering digunakan untuk memprioritaskan risiko (lihat gambar 2 di bawah). Namun, lebih sering daripada tidak, hasilnya disajikan dalam bentuk tabel atau sebagai daftar periksa. Dimana penilaian resiko berada bagian dari kerangka kerja manajemen risiko yang lebih luas, ini menginformasikan tindakan pencegahan apa yang diperlukan yang akan diambil untuk mengurangi risiko paling kritis.

Salah satu manfaat utama dari penilaian risiko korupsi adalah dapat melengkapi bukti praktik korupsi untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang situasi korupsi di suatu negara konteks. Selain itu, penilaian risiko korupsi dapat berfungsi untuk memvisualisasikan hubungan tersebut antara risiko dan pelaku yang berbeda dan mengidentifikasi area spesifik di mana sumber daya terbatas paling efektif disalurkan. Sayangnya, panduan tentang bagaimana menilai tingkat risiko tertentu seringkali lemah atau tidak ada sama sekali. Seringkali terdapat asumsi implisit bahwa kapasitas rendah dan institusi lemah /peraturan lebih cenderung mendorong korupsi, tetapi tingkat risiko kelemahan tersebut hasil tidak selalu dinilai secara eksplisit. Dalam banyak kasus, apa yang disebut penilaian risiko masuk fakta sebagai upaya untuk mendeteksi insiden dan tingkat korupsi. Fokusnya ada pada sejauh mana praktik korupsi yang teridentifikasi dapat mempengaruhi kinerja (yaitu, risiko negatif dampak korupsi) daripada adanya kondisi yang dapat memfasilitasi korupsi praktek. Lebih lanjut, menghubungkan risiko, bagaimanapun didefinisikan, umumnya bergantung pada penilaian (internal atau eksternal) ahli. Namun dasar penilaian tidak selalu eksplisit. Satu pengecualian adalah alat Korupsi TI di Kehutanan yang mencakup seperangkat kriteria untuk memperkirakan dampak suatu praktik dalam kaitannya dengan indikator sosial, keuangan dan tata kelola dan yang mendasarkan kemungkinan praktik yang terjadi pada penilaian yang ada

legislasi dan sejauh mana itu diterapkan.

Sumber data Sebagian besar penilaian risiko korupsi menggunakan kombinasi sumber sekunder (hukum-kelembagaan analisis dan penelitian pustaka) dan sumber utama (survei dan kuesioner rumah tangga, kelompok fokus, wawancara informan kunci, daftar periksa). Sumber sekunder sering digunakan di tahap awal untuk memberikan gambaran tentang lingkungan pemerintahan secara keseluruhan di suatu negara,lembaga dan sektor, atau untuk mengidentifikasi bidang risiko prioritas. Sumber primer digunakan untuk lebih dalam analisis risiko korupsi yang lebih kritis (atau risiko yang dirasakan). Selain itu beberapa bentuk analisis ahli biasanya diperlukan untuk menilai tingkat risiko (misalnya kemungkinan dan probabilitas korupsi).

Masalah dan tantangan utama Penilaian risiko korupsi tidak perlu terlalu intensif sumber daya. Berbeda dengan alat yang bertujuan untuk menetapkan insiden, ruang lingkup, dan bentuk korupsi, sebagian besar data yang diperlukan untuk penilaian risiko dapat dikumpulkan dari sumber yang ada meskipun beberapa sumber utama tambahan mungkin diperlukan untuk sistem / proses spesifik yang sedang dianalisis. Namun demikian, mungkin beberapa data sulit diakses oleh 'orang luar', misalnya

mungkin sangat sulit bagi organisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan informasi yang dapat dipercaya tentang sejauh mana peraturan ditegakkan dalam lembaga pemerintah. Menggunakan opini yang diinformasikan dari mereka yang terlibat erat dalam proses yang dianalisis dapat bermanfaat

sebagai proxy yang berguna untuk data tersebut. Penting untuk diketahui bahwa pemilihan pemangku kepentingan yang dikonsultasikan sebagai bagian dari penilaian akan memiliki pengaruh penting pada risiko yang mana diidentifikasi dan diprioritaskan.

Corruption Risk Assessment dilakukan untuk : 

1. Identifikasi risiko penyuapan organisasi

2. Menganalisa risiko penyuapan 

3. Upaya pencegahan mitigasi risiko terjadinya korupsi 

4. Menganalisa risiko terjadinya pencucian uang

Penilaian risiko CRA baik itu Likelihood dan Impact berbeda karena masing-masing organisasi tentu mempunyai risk apetite sendiri-sendiri, risk apetite itu lebih kepada strong passion sebuah lembaga terhadap selera korupsi yang terjadi di lembaga tersebut.  Misalnya CRA lembaga peradilan sebuah negara, pilih institusi mana, daerah/ pusat, CRA sebuah jabatan misalnya, Dirjen, risiko-risiko korupsi apa yang dilakukan Dirjen, harapannya sympthom-sympthom korupsi harus dapat diendus and dideteksi, sehingga perlu sekali melakukan CRA diberbagai bagian misalnya, CRA proses bisnis, CRA pemetaan risiko, CRA fungsi organisasi dll. 

Upaya pencegahan tentu memerlukan effort oleh karena itu sebuah organisasi harus melakukan skala prioritas, dampak terhadap kerugian keuangan, dampak terhadap kepatuhan pada sebuah organisasi, dampak terhadap pemberitaan, likelihood (kualitatif kuantitif) agar potensi mengenai terjadinya sebuah korupsi bisa di cegah sedini mungkin dan secepat mungkin.

Pemetaan risiko korupsi bukan berarti organisasi tersebut terlibat korupsi, karena pemetaan ini sifatnya untuk mengetahui penilaian sejauh mana risiko terhadap kejadian sebuah korupsi. Penilaian itu sebaiknya harus diidentifikasi dan dievalusi ada tidak kejadian dan risiko korupsinya, karena dimana ada kewenangan dan kebijakan disitu pula ada aliran-aliran dan risiko-risiko korupsi yang mungkin terjadi. Singkatnya jangan sampai Aliran Korupsi Mengalir sampai jauh...Bravo Indonesia Tanpa Korupsi!!!


PATRIAWATI NARENDRA, S. KM, M.K.M

Staf Dinas P3AP2 & KB Kabupaten Tegal

Penyuluh Anti Korupsi KPK 2019

Awardee PPSDM Scholarship Kemenkes RI 2017

Penulis Terbaik Mozaheksa PPI Perancis 2016

Juara 1 Penulis Veteran’s Day Aminef Fulbright USA 2015

Juara 1 Speech Contest with tittle “National Dicipline Movement” 2001