E-Government adalah penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam administrasi publik untuk mempersingkat dan mengintegrasikan alur dan proses kerja, mengelola data dan informasi secara efektif, meningkatkan layanan publik, serta memperluas saluran komunikasi untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat . Pada sektor pemerintah, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi sebagai wujud implementasi e-government yang kemudian disebut dengan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronis (SPBE) tak selalu lancar dan sesuai harapan. Banyak sistem informasi yang gagal diimplementasikan dikarenakan berbagai hal. Tantangan pada implementasi e-government bisa menyebabkan kegagalan. Selanjutnya, kegagalan tersebut diukur melalui presentase yaitu 35% gagal total, 50% gagal sebagian dan hanya 15% yang menuai keberhasilan [2]. Disisi lain, pemerintah terus melakukan investasi yang besar dalam pengadaan sistem informasi dengan tujuan untuk mendukung dan meningkatkan fungsi internal serta komunikasi dan transaksi dengan pihak eksternal.
Dengan tingginya kegagalan dalam penerapan sistem informasi khususnya pada sektor pemerintah, maka perlu dilakukan analisis faktor-faktor penyebab kegagalan beserta model evaluasinya. Dengan melakukan analisis faktor – faktor kegagalan dalam menerapkan sistem informasi, maka kesiapan penerapan sistem informasi pada pemerintah dapat dimaksimalkan. Sehingga konsep e-government dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil. Dengan mengetahui gap dari kegagalan atau kesuksesan penerapan sistem informasi, kesiapan penerapan sistem informasi berikutnya akan lebih terukur dan matang untuk menghindari kegagalan dimasa yang akan datang.
Dimensi dan Indikator kegagalan sistem
informasi
Untuk dapat memetakan penyebab kegagalan sistem informasi, maka dibuatlah dimensi-dimensi sebagai instrumen pengukuran pada sistem informasi tersebut. Pada tiap dimensi, kemudian dijabarkan kedalam indikator yang merupakan substansi yang lebih spesifik dimana memuat kriteria-kriteria pengukuran yang lebih nyata. Penelitian ini merumuskan 5 dimensi kegagalan sistem informasi antara lain sebagai berikut :
Dimensi
Organisasi
Kesuksesan suatu penerapan
sistem informasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional dalam
sebuah pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun
organisasi-organisasi dibawah pemerintah. Hal ini tak dapat dipungkiri karena
semua kegiatan yang ada dalam pemerintah sangat terstruktur dan cenderung kaku
sehingga kesuksesan sistem informasi sangat tergantung pada visi, misi, serta
arah kebijakan pimpinan tertinggi yang dipengaruhi oleh para pemangku
kepentingan. Dalam dimensi ini, terdapat 4 indikator yang dapat digunakan
sebagai instrumen pengukuran antara lain:
Dimensi
Sumber Daya Manusia (SDM)
Dimensi ini merupakan
dimensi yang mencakup faktor-faktor manusia sebagai pelaksana teknis maupun
pengguna. Menurut hasil studi literatur, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi
salah satu dimensi yang kritikal selain organisasi. Suatu sistem informasi
perlu memiliki SDM yang profesional baik sebagai pengelola maupun sebagai
pengguna karena peran manusia itu sendiri sebagai brainware dari sistem
informasi. Kapasitas SDM suatu organisasi harus selalu ditingkatkan untuk
mengimbangi perubahan teknologi yang sangat cepat dan masif. Beberapa indikator
untuk mengukur SDM antara lain adalah :
Dimensi
Teknologi
Teknologi merupakan dimensi
dalam kegagalan sistem informasi yang mencakup seluruh aspek yang berhubungan
dengan teknis dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dimensi ini biasanya berkaitan erat dengan keuangan, dimana membutuhkan alokasi
anggaran yang terbesar dibandingkan dengan aspek-aspek lain. Dalam penerapanya,
pemerintah dapat mengelola TIK sendiri maupun dikelola oleh pihak ketiga
(manage services, cloud, dll). Adapun untuk dapat mengukur kegagalan maupun
kesuksesan sistem informasi pada dimensi teknologi, indikator yang daigunakan
adalah sebagai berikut :
Dimensi
Layanan
Sistem informasi dalam suatu
organisasi yang sudah diadakan maupun dikembangkan perlu dibarengi pula dengan
layanan yang mendukung sistem informasi itu sendiri. Organisasi perlu menjamin
layanan sistem informasi agar dapat tetap berjalan sesuai harapan dan mengatasi
masalah-masalah baik teknis maupun non teknis dalam operasional sistem
informasi. Adapun indikator pada dimensi layanan adalah sebagai berikut :
Dimensi
Proses
Dimensi ini merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan
proses pengadaan maupun pengembangan sistem informasi mulai dari perencanaan
sampai dengan proses pengembangan maupun pengadaanya (procurement). Adapun
indikator pada dimensi proses antara lain adalah :
Model evaluasi sistem informasi
Fokus
Penggunaan
Pada fokus evaluasi penggunaan, kegagalan atau kesuksesan suatu sistem informasi diukur dari beberapa variabel yang berpengaruh pada penggunaan sistem. Dengan variabel-variabel tersebut, maka model evaluasi sistem informasi dengan fokus penggunaan cocok digunakan untuk melakukan evaluasi dimana faktor-faktor selain SDM tidak mempengaruhi kesuksesan/kegagalan serta digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel pada model evaluasi terhadap keberhasilan suatu sistem informasi dari perspektif pengguna. Model evaluasi dengan fokus penggunaan cocok digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi untuk mengetahui tingkat penerimaan pengguna terhadap sistem informasi yang baru. Dalam implementasi e-government, evaluasi ini dapat digunakan untuk mengukur penerimaan masyarakat terhadap layanan publik berbasis digital baik layanan informasi publik, website Pemerintah, layanan administrasi, perizinan dan layanan-layanan lainya. Yang termasuk model evaluasi pada fokus penggunaan antara lain TRA, TAM dan UTAUT.
Theory of Reasoned Action
(TRA) merupakan cikal bakal dari TAM. TRA digunakan untuk melakukan evaluasi
sistem informasi menggunakan pendekatan perilaku manusia dimana diyakini bahwa
keyakinan dapat mempengaruhi sikap dan norma sosial dan merubah bentuk
keinginan berperilaku pada masing-masing individu. TRA memiliki 2 konstruk
utama yaitu :
Technology Acceptance Model
(TAM) adalah suatu model yang dikembangkan dari TRA dan banyak digunakan oleh
peneliti maupun praktisi untuk melakukan evaluasi sitem informasi dengan
perspektif penerimaan pengguna. Model yang dikembangkan oleh Davis [45] ini
sering digunakan untuk menjabarkan faktor-faktor mendasar yang memotivasi
pengguna untuk menerima dan mengadopsi sistem informasi baru. TAM memiliki 3
variabel untuk melakukan analisa maupun evaluasi sistem informasi yaitu :
UTAUT dirumuskan oleh
Venkatesh [46] dengan mengembangkan beberapa model evaluasi yang sudah ada.
Model ini memiliki 4 konstruk yaitu:
Fokus
Kepuasan Pengguna
Model evaluasi yang berfokus pada kepuasan pengguna memiliki keyakinan bahwa berhasil atau tidaknya suatu sistem informasi dinilai dari puas atau tidaknya pengguna terhadap sistem tersebut. Berbeda dari model evaluasi yang berfokus pada penerimaan pengguna, model evaluasi yang termasuk dalam fokus ini lebih menitikberatkan pada kepuasan pengguna terhadap sistem informasi yang telah digunakan selama periode tertentu. Pengukuran kepuasan pengguna dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem informasi yang sudah ada dalam rangka peningkatan, perbaikan, maupun penghentian sistem informasi. Model-model evaluasi ini dapat digunakan dalam implementasi e-government dalam melakukan pengukuran capaian kinerja yang berhubungan dengan layanan publik berbasis digital. Model evaluasi yang termasuk kedalam fokus kepuasan pengguna adalah EUCS dan EIM.
End-User Computing
Satisfaction (EUCS) adalah evaluasi dampak dan kognitif yang dilakukan terhadap
end user untuk mengukur kepuasan dalam menggunakan sistem informasi. EUCS
dirumuskan oleh Doll dan Torkzadeh [47] pada tahun 1988. Model ini memiliki 5
konstruk yaitu :
Equity Implementation Model (EIM) adalah model yang digunakan untuk mengevaluasi sistem informasi melalui perspektif penerimaan pengguna maupun resistensi pengguna. EIM memiliki 3 level dalam melakukan evaluasi antara lain adalah level 1 yaitu Change in equity status of the user (self), level 2 Comparison with the employer dan level 3 Comparison with other users.
Fokus
Kemanfaatan
Fokus evaluasi yang ketiga adalah kemanfaatan. Pada fokus ini, model-model evaluasi digunakan untuk mengukur hampir semua aspek atau faktor mulai dari organisasional, SDM, teknologi, proses dan banyak lagi sesuai dengan kerangka kerja masing-masing model. Model-model yang tergolong fokus kemanfaatan memiliki karakteristik tersendiri yaitu sistem informasi tersebut dibangun maupun diadakan khusus untuk organisasi tertentu dan untuk kegiatan atau proses bisnis spesifik yang antara satu organisasi dengan organisasi lainya memiliki ciri khas atau perbedaan. Model evaluasi ini sangat cocok digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan sistem informasi yang menyediakan layanan internal Government to Government (G2G) yang diadakan secara khusus dalam implementasi e-government dimana aspek yang diukur lebih kompleks dan komperhensif. Model evaluasi yang termasuk dalam fokus kemanfaatan antara lain adalah ISSM, HOT-Fit dan ITPOSMO.
Pada tahun 1992, Delone dan McLean [48] melakukan sintesis terhadap penelitian – penelitian terdahulu mengenai kesuksesan dan kegagalan sistem informasi dan membuat body of knowledge untuk memberikan panduan pada penelitian berikutnya yang dinamai Information System Success Model (ISSM). Dalam metode ISSM, terdapat 6 dimensi untuk melakukan evaluasi sistem informasi yaitu system quality, information quality, use, user satisfaction, individual impact dan organizational impact. Kemudian pada tahun 2003, Delone & Mclean menyempurnakan metodenya dengan menambahkan service quality serta mengganti individual impact dan organizational impact dengan net benefit.
HOT-Fit merupakan
pengembangan dari ISSM yang diombinasikan dengan beberapa studi lain yang
dilakukan oleh Yusof [49]. Metode ini dikhususkan untuk mengevaluasi sistem
informasi pada dunia kesehatan dimana organisasi pada sektor kesehatan harus
memiliki kemampuan untuk menyiapkan pegawainya dalam mengadaptasi suatu
teknologi baru maupun migrasi antar teknologi. HOT-Fit memiliki 3 aspek dan
dimensi yang berbeda di tiap aspeknya antara lain :
Model ITPOSMO menggunakan
pendekatan gap antara desain dan implementasi (realitas) untuk melakukan
evaluasi terhadap sistem informasi dari suatu organisasi. Model yang
dikembangkan oleh Heeks [50] ini melakukan analisa gap pada 7 dimensi yaitu :
Artikel ini adalah kutipan dari
paper dengan judul yang sama. Paper yang
asli dapat dilihat pada http://dx.doi.org/10.33387/jiko.v3i3.2176