EVALUASI FAKTOR KEGAGALAN SISTEM INFORMASI PADA KESIAPAN PENERAPAN E-GOVERNMENT


Oleh Agung R Pamungkas, 12 December 2020
Sumber: tegalkab.go.id

E-Government adalah penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam administrasi publik untuk mempersingkat dan mengintegrasikan alur dan proses kerja, mengelola data dan informasi secara efektif, meningkatkan layanan publik, serta memperluas saluran komunikasi untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat . Pada sektor pemerintah, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi sebagai wujud implementasi e-government yang kemudian disebut dengan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronis (SPBE)  tak selalu lancar dan sesuai harapan. Banyak sistem informasi yang gagal diimplementasikan dikarenakan berbagai hal. Tantangan pada implementasi e-government bisa menyebabkan kegagalan. Selanjutnya, kegagalan tersebut diukur melalui presentase yaitu 35% gagal total, 50% gagal sebagian dan hanya 15% yang menuai keberhasilan [2]. Disisi lain, pemerintah terus melakukan investasi yang besar dalam pengadaan sistem informasi dengan tujuan untuk mendukung dan meningkatkan fungsi internal serta komunikasi dan transaksi dengan pihak eksternal.

Dengan tingginya kegagalan dalam penerapan sistem informasi khususnya pada sektor pemerintah, maka perlu dilakukan analisis faktor-faktor penyebab kegagalan beserta model evaluasinya. Dengan melakukan analisis faktor – faktor kegagalan dalam menerapkan sistem informasi, maka kesiapan penerapan sistem informasi pada pemerintah dapat dimaksimalkan. Sehingga konsep e-government dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil. Dengan mengetahui gap dari kegagalan atau kesuksesan penerapan sistem informasi, kesiapan penerapan sistem informasi berikutnya akan lebih terukur dan matang untuk menghindari kegagalan dimasa yang akan datang. 

Dimensi dan Indikator kegagalan sistem informasi

Untuk dapat memetakan penyebab kegagalan sistem informasi, maka dibuatlah dimensi-dimensi sebagai instrumen pengukuran pada sistem informasi tersebut. Pada tiap dimensi, kemudian dijabarkan kedalam indikator yang merupakan substansi yang lebih spesifik dimana memuat kriteria-kriteria pengukuran yang lebih nyata. Penelitian ini merumuskan 5 dimensi kegagalan sistem informasi antara lain sebagai berikut : 

Dimensi Organisasi

Kesuksesan suatu penerapan sistem informasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasional dalam sebuah pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun organisasi-organisasi dibawah pemerintah. Hal ini tak dapat dipungkiri karena semua kegiatan yang ada dalam pemerintah sangat terstruktur dan cenderung kaku sehingga kesuksesan sistem informasi sangat tergantung pada visi, misi, serta arah kebijakan pimpinan tertinggi yang dipengaruhi oleh para pemangku kepentingan. Dalam dimensi ini, terdapat 4 indikator yang dapat digunakan sebagai instrumen pengukuran antara lain:

  • Dukungan & Komitmen pimpinan. Merupakan suatu itikad dan konsistensi pimpinan untuk menerapkan sistem informasi dalam organisasinya secara nyata.
  • Hukum, Politik & Regulasi. Adalah upaya pemerintah untuk melandasi suatu penerapan sistem informasi agar dapat teratur, tertata, serta jelas ruang lingkupnya dalam kerangka hukum yang sah guna mencapai tujuan organisasi.
  • Keuangan. Adalah pembiayaan yang bersifat modal, operasional maupun insidental guna mewujudkan penerapan sistem informasi.
  • Strategi & Manajemen Resiko. Merupakan suatu strategi organisasi yang berbentuk rencana  jangka panjang organisasi, rencana strategis, master plan serta prosedur standar operasional (PSO) yang mengatur  tahapan serta prosedur dalam menerapkan sistem informasi untuk mencapai tujuan dan meminimalisir resiko. 

Dimensi Sumber Daya Manusia (SDM)

Dimensi ini merupakan dimensi yang mencakup faktor-faktor manusia sebagai pelaksana teknis maupun pengguna. Menurut hasil studi literatur, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu dimensi yang kritikal selain organisasi. Suatu sistem informasi perlu memiliki SDM yang profesional baik sebagai pengelola maupun sebagai pengguna karena peran manusia itu sendiri sebagai brainware dari sistem informasi. Kapasitas SDM suatu organisasi harus selalu ditingkatkan untuk mengimbangi perubahan teknologi yang sangat cepat dan masif. Beberapa indikator untuk mengukur SDM antara lain adalah :

  • Sosial & Budaya. Adalah pengalaman, kebiasaan, paradigma serta pola pikir manusia (pegawai & masyarakat) dalam memecahkan suatu masalah maupun menjalankan suatu proses bisnis organisasi menggunakan sistem informasi.
  • Motivasi. Adalah hasrat dan keinginan manusia (pegawai & masyarakat) untuk menggunakan sistem informasi tanpa tekanan maupun paksaan.
  • Kompetensi TIK. Merupakan kemampuan umum yang dimiliki manusia (pegawai & masyarakat) untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
  • Pendidikan & Pelatihan. Adalah pembekalan kemampuan khusus untuk mengoperasikan sistem informasi tertentu maupun ilmu pengetahuan spesifik yang berkaitan dan relevan terhadap sistem informasi yang diterapkan pada suatu organisasi. 

Dimensi Teknologi

Teknologi merupakan dimensi dalam kegagalan sistem informasi yang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan teknis dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dimensi ini biasanya berkaitan erat dengan keuangan, dimana membutuhkan alokasi anggaran yang terbesar dibandingkan dengan aspek-aspek lain. Dalam penerapanya, pemerintah dapat mengelola TIK sendiri maupun dikelola oleh pihak ketiga (manage services, cloud, dll). Adapun untuk dapat mengukur kegagalan maupun kesuksesan sistem informasi pada dimensi teknologi, indikator yang daigunakan adalah sebagai berikut :

  • Pusat Data. Merupakan pusat pengelolaan dimana data diproses dan disimpan serta pusat pengelolaan jaringan atau konektifitas pada suatu organisasi.
  • Konektifitas. Adalah jaringan yang menghubungkan antara pengguna sistem informasi dengan pusat data dalam melakukan pertukaran data. Bisa berupa jaringan lokal, intranet, internet, maupun jenis jaringan lainya yang ditetapkan oleh organisasi.
  • Sarana & Prasarana Pengguna. Adalah semua perangkat wajib dan pendukung yang dibutuhkan untuk mengoperasikan sistem informasi.
  • Keamanan & Privasi. Merupakan jaminan keamanan data dalam operasional sistem informasi untuk memastikan integritas data dan privasi. 

Dimensi Layanan

Sistem informasi dalam suatu organisasi yang sudah diadakan maupun dikembangkan perlu dibarengi pula dengan layanan yang mendukung sistem informasi itu sendiri. Organisasi perlu menjamin layanan sistem informasi agar dapat tetap berjalan sesuai harapan dan mengatasi masalah-masalah baik teknis maupun non teknis dalam operasional sistem informasi. Adapun indikator pada dimensi layanan adalah sebagai berikut :

  • Komunikasi. Yaitu upaya organisasi untuk melakukan komunikasi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan berkaitan dengan proses bisnis pada sistem informasi baik sebelum maupun setelah sistem tersebut diadakan. Komunikasi tersebut dapat berupa sosialisasi, Focus Group Discussion (FGD), edaran, maupun bentuk komunikasi lain yang ditetapkan organisasi.
  • Kualitas & Dukungan layanan. Merupakan dukungan layanan yang diberikan kepada pengguna untuk menjamin layanan yang diberikan. Jaminan kualitas layanan dapat dinyatakan dalam service level agreement (SLA), sementara dukungan layanan dapat direalisasikan dengan helpdesk dan technical support untuk menangani masalah yang terjadi dalam operasional sistem informasi.
  • Data & Informasi. Merupakan kesesuaian keluaran (output) sistem informasi dengan kebutuhan pengguna, organisasi, maupun pemangku kepentingan. 

Dimensi Proses

Dimensi ini  merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan proses pengadaan maupun pengembangan sistem informasi mulai dari perencanaan sampai dengan proses pengembangan maupun pengadaanya (procurement). Adapun indikator pada dimensi proses antara lain adalah :

  • Perencanaan. Adalah proses perencanaan kegiatan pengadaan atau pengembangan sistem informasi. Proses ini dinyatakan pada rencana dan program kerja organisasi.
  • Kompleksitas. Merupakan tingkat kerumitan/kemudahan dalam penggunaan sistem informasi baik berdasarkan antar muka maupun proses kerjanya.
  • Kebutuhan Pengguna  & Business Process Re-engineering (BPR). Adalah proses pengembangan atau pengadaan sistem informasi yang berbasis kebutuhan serta re-engineering dari proses lama menjadi proses baru yang lebih menguntungkan bagi organisasi.
  • Interoperabilitas & Integrasi. Adalah kemampuan sistem informasi untuk bertukar data dan atau terintegrasi dengan sistem lain.
  • Manajemen Proyek. Adalah kemampuan organisasi dalam melakukan manajemen dalam proses pengadaan sistem informasi. 

Model evaluasi sistem informasi

Fokus Penggunaan

Pada fokus evaluasi penggunaan, kegagalan atau kesuksesan suatu sistem informasi diukur dari beberapa variabel yang berpengaruh pada penggunaan sistem. Dengan variabel-variabel tersebut, maka model evaluasi sistem informasi dengan fokus penggunaan cocok digunakan untuk melakukan evaluasi dimana faktor-faktor selain SDM tidak mempengaruhi kesuksesan/kegagalan serta digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel pada model evaluasi terhadap keberhasilan suatu sistem informasi dari perspektif pengguna. Model evaluasi dengan fokus penggunaan cocok digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi untuk mengetahui tingkat penerimaan pengguna terhadap sistem informasi yang baru. Dalam implementasi e-government, evaluasi ini dapat digunakan untuk mengukur penerimaan masyarakat terhadap layanan publik berbasis digital baik layanan informasi publik, website Pemerintah, layanan administrasi, perizinan dan layanan-layanan lainya. Yang termasuk model evaluasi pada fokus penggunaan antara lain TRA, TAM dan UTAUT. 

Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan cikal bakal dari TAM. TRA digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi menggunakan pendekatan perilaku manusia dimana diyakini bahwa keyakinan dapat mempengaruhi sikap dan norma sosial dan merubah bentuk keinginan berperilaku pada masing-masing individu. TRA memiliki 2 konstruk utama yaitu :

 

  • The attitude toward behavior. Merupakan korelasi antara keyakinan dengan perilaku.
  • Subjective norm. adalah tekanan sosial yang mendesak seseorang untuk menunjukan suatu perilaku. 

Technology Acceptance Model (TAM) adalah suatu model yang dikembangkan dari TRA dan banyak digunakan oleh peneliti maupun praktisi untuk melakukan evaluasi sitem informasi dengan perspektif penerimaan pengguna. Model yang dikembangkan oleh Davis [45] ini sering digunakan untuk menjabarkan faktor-faktor mendasar yang memotivasi pengguna untuk menerima dan mengadopsi sistem informasi baru. TAM memiliki 3 variabel untuk melakukan analisa maupun evaluasi sistem informasi yaitu :

  • Perceived Usefulness. Yaitu level dimana manusia memiliki kepercayaan terhadap sistem informasi dimana sistem tersebut mampu meningkatkan kinerja.
  • Perceived Ease of Use. Merupakan level dimana manusia memiliki kepercayaan bahwa dengan menggunakan sistem informasi akan memudahkanya.
  • Intention To Use. Adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan sistem informasi. 

UTAUT dirumuskan oleh Venkatesh [46] dengan mengembangkan beberapa model evaluasi yang sudah ada. Model ini memiliki 4 konstruk yaitu:

  • Performance Expectancy. Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan manusia bahwa sistem informasi dapat membantu kinerja pekerjaanya.
  • Effort Expectancy. Yaitu ukuran usaha tiap individu dalam menggunakan sistem informasi.
  • Social Influence. Adalah level seseorang yang menganggap penting orang lain yang meyakinkan atau mempengaruhi diri untuk menggunakan sistem informasi.
  • Facilitating Condition. Adalah level keyakinan seseorang bahwa sarana dan prasarana disediakan untuk mendukung pekerjaanya dalam sistem informasi. 

Fokus Kepuasan Pengguna

Model evaluasi yang berfokus pada kepuasan pengguna memiliki keyakinan bahwa berhasil atau tidaknya suatu sistem informasi dinilai dari puas atau tidaknya pengguna terhadap sistem tersebut. Berbeda dari model evaluasi yang berfokus pada penerimaan pengguna, model evaluasi yang termasuk dalam fokus ini lebih menitikberatkan pada kepuasan pengguna terhadap sistem informasi yang telah digunakan selama periode tertentu. Pengukuran kepuasan pengguna dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem informasi yang sudah ada dalam rangka peningkatan, perbaikan, maupun penghentian sistem informasi. Model-model evaluasi ini dapat digunakan dalam implementasi e-government dalam melakukan pengukuran capaian kinerja yang berhubungan dengan layanan publik berbasis digital. Model evaluasi yang termasuk kedalam fokus kepuasan pengguna adalah EUCS dan EIM. 

End-User Computing Satisfaction (EUCS) adalah evaluasi dampak dan kognitif yang dilakukan terhadap end user untuk mengukur kepuasan dalam menggunakan sistem informasi. EUCS dirumuskan oleh Doll dan Torkzadeh [47] pada tahun 1988. Model ini memiliki 5 konstruk yaitu :

  • Content. Merupakan konstruk yang merepresentasikan informasi yang disediakan kepada end user.
  • Accuracy. Adalah konstruk yang mengukur ketepatan dari informasi.
  • Format. Adalah tata letak atau antar muka dari sistem informasi yang digunakan untuk mempresentasikan konten.
  • Ease of use. Adalah kemudahan pengguna dalam menggunakan sistem informasi.
  • Timeliness. Adalah ketersediaan informasi yang terbaharui pada satu waktu. 

Equity Implementation Model (EIM) adalah model yang digunakan untuk mengevaluasi sistem informasi melalui perspektif penerimaan pengguna maupun resistensi pengguna. EIM memiliki 3 level dalam melakukan evaluasi antara lain adalah level 1 yaitu Change in equity status of the user (self),  level 2 Comparison with the employer dan level 3 Comparison with other users. 

Fokus Kemanfaatan

Fokus evaluasi yang ketiga adalah kemanfaatan. Pada fokus ini, model-model evaluasi digunakan untuk mengukur hampir semua aspek atau faktor mulai dari organisasional, SDM, teknologi, proses dan banyak lagi sesuai dengan kerangka kerja masing-masing model. Model-model yang tergolong fokus kemanfaatan memiliki karakteristik tersendiri yaitu sistem informasi tersebut dibangun maupun diadakan khusus untuk organisasi tertentu dan untuk kegiatan atau proses bisnis spesifik yang antara satu organisasi dengan organisasi lainya memiliki ciri khas atau perbedaan. Model evaluasi ini sangat cocok digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan sistem informasi yang menyediakan layanan internal Government to Government (G2G) yang diadakan secara khusus dalam implementasi e-government dimana aspek yang diukur lebih kompleks dan komperhensif. Model evaluasi yang termasuk dalam fokus kemanfaatan antara lain adalah ISSM, HOT-Fit dan ITPOSMO. 

Pada tahun 1992, Delone dan McLean [48] melakukan sintesis terhadap penelitian – penelitian terdahulu mengenai kesuksesan dan kegagalan sistem informasi dan membuat body of knowledge untuk memberikan panduan pada penelitian berikutnya yang dinamai Information System  Success Model  (ISSM). Dalam metode ISSM, terdapat 6 dimensi untuk melakukan evaluasi sistem informasi yaitu  system quality, information quality, use, user satisfaction, individual impact dan organizational impact. Kemudian pada tahun 2003, Delone & Mclean menyempurnakan metodenya dengan menambahkan service quality serta mengganti individual impact dan organizational impact dengan net benefit. 

HOT-Fit merupakan pengembangan dari ISSM yang diombinasikan dengan beberapa studi lain yang dilakukan oleh Yusof [49]. Metode ini dikhususkan untuk mengevaluasi sistem informasi pada dunia kesehatan dimana organisasi pada sektor kesehatan harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan pegawainya dalam mengadaptasi suatu teknologi baru maupun migrasi antar teknologi. HOT-Fit memiliki 3 aspek dan dimensi yang berbeda di tiap aspeknya antara lain :

  • Aspek “Human”. Memiliki dimensi system use dan user satisfaction.
  • Aspek “Organization”. Memiliki dimensi structure dan environment.
  • Aspek “Technology”. Memiliki dimensi system quality, information quality serta service quality. 

Model ITPOSMO menggunakan pendekatan gap antara desain dan implementasi (realitas) untuk melakukan evaluasi terhadap sistem informasi dari suatu organisasi. Model yang dikembangkan oleh Heeks [50] ini melakukan analisa gap pada 7 dimensi yaitu :

  • Information. Yaitu informasi baik formal maupun informal.
  • Technology. Adalah domain yang mengevaluasi teknologi yang digunakan dalam sistem informasi.
  • Processes. Merupakan aktifitas yang dilakukan oleh unit atau bagian organisasi yang relevan. Baik proses yang berkaitan dengan informasi maupun proses bisnis.
  • Objectives and values. Sering menjadi dimensi yang paling penting dimana dimensi ini meliputi strategi, kebijakan dan budaya organisasi.
  • Staffing and skills. Meliputi sumber daya manusia dan kompetensinya.
  • Management systems and structures. Keseluruhan sistem manajemen yang dibutuhkan untuk mengatur organisasi beserta cara organisasi tersebut terstruktur baik formal maupun non formal.
  • Other resources. Sumber daya lainya seperti waktu dan uang.

Artikel ini adalah kutipan dari paper  dengan judul yang sama. Paper yang asli dapat dilihat pada http://dx.doi.org/10.33387/jiko.v3i3.2176